Jumat, 08 April 2011

Resusitasi Pada Bayi Asfiksia

RESUSITASI PADA BAYI ASFIKSIA

Pendahuluan
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan , beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

Faktor-faktor yang perlu ialah :  
1.      Etiologi dan faktor predisposisi
2.      Gangguan homeostatis
3.      Diagnosis asfiksia bayi
4.      Resusitasi

Etiologi dan faktor predisposisi
Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu selama persalinan.
Gangguan menahun dapat berupa gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung. Pengaruh kondisi tersebut terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta.
Factor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi.Factor-faktor ini antara lain :
1.      Factor dari pihak janin
-          Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.
-          Depresi pernafasan karena obat anestesia /analgetik yang diberikan pada ibu, perdarahan intra kranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan )
2.      Factor dari pihak ibu
-          Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
-          Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada placenta previa
-          Hipertensi pada eklamsia
-          Gangguan mendadak pada placenta seperti solusio placenta

Gangguan homeostasis
Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel.Gangguan ini dapat bersifat ringan serta sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostasis yang terdapat pada janin. Hal ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia yang diderita. Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transpor O2 mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut maka di dalam tubuh terjadi metabolismo anaerob. Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam organik yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.

Pada tingkat lanjut terjadi gangguan kardiovaskular yang disebabkan oleh :
  1. Kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam jaringan jantung
  2. Asidosis metaolik yang mengganggu fungsi sel-sel jantung
  3. Gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya pulmonary vascular resistance
Asidosis dan gangguan kardiovaskular ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut pada anak yang hidup.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada asfiksia ialah :
  1. Tekanan O2 arterial menurun
  2. Tekanan CO2 meningkat
  3. pH darah turun
  4. Simpanan glikogen tubuh dipakai untuk metabolismo anaerob
  5. Terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskular

Diagnosis asfiksi bayi
Asfiksi yang terjadi pada bayi biasanya merupakan  kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis dapat dibuat dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.      Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 kali permenit. Selama his, frekuensi ini bisa turun,tapi di luar his kembali lagi pada keadaan semula. Peningkatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya tapi bila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali per menit di luar his dan tidak teratur maka hal itu merupakan tanda bahaya.
2.      Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan.
3.      Pemeriksaan pH darah janin
      Dilakukan dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dan dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin kemudian diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH turun sampai di bawah 7,2 maka hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia  neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut.  Jika terdapat asfiksia, perlu dikenal tingkatnya agar dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Maka dilakukan penilaian dengan nilai APGAR.
                                                                                                       
Resusitasi Bayi
Prinsip dasar resuistasi :
  1. Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan jalan nafas tetap bebas
  2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi dengan usaha pernafasan buatan
  3. Memperbaiki asidosis yang terjadi
  4. Menjaga agar peredaran darah tetap baik

Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi 2 :
  1. Tindakan umum
Tindakan ini dikerjakan tanpa memandang nilai APGAR. Segera setelah bayi lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik. Cegah atau kurangi kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan posisi kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernafasan atas segera dilakukan. Hati-hati dalam mengerjakannya untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum memperlihatkan usaha bernafas, harus segera diberi rangsangan. Hal ini  bisa berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achiles, atau diberi suntikan vitamin K.
  1. Tindakan khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum tidak berhasil. Prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinilai dengan APGAR.

·         Asfiksia berat (APGAR 0-3)
Resusitasi aktif harus segera dilakukan. Langkah utama ialah : memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara terbaik ialah melakukan intubasi endotrakeal dan setelah kateter dimasukkan ke dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui kateter tadi. Untuk mencapai tekanan 30 ml air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih sepertiga sampai setengah dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.
Secara ideal nafas buatan harus dilakukan dengan terlebih dulu memasang manometer. Selanjutnya untuk dapat memperoleh tekanan positif yang lebih aman dan efektif maka dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini dapat dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2 dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding toraks. Bila bayi sudah memperlihatkan pernafasan spontan maka segera keluarkan kateter trakea.
Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan perbaikan segera. Oleh karena itu diberikan bikarbonas natrikus 7,5% dengan dosis 2-4 ml/kg berat badan. Selain itu glucosa 40% diberikan pula dengan dosis 1-2 ml/kg berat badan. Obat ini harus diberikan hati-hati dan perlahan-lahan. Untuk menghindarkan efek samping obat , pemberian harus diencerkan dengan air steril atau kedua obat harus diberikan bersama-sama dalam satu spuit melalui pembuluh darah umbilikus.

Bila setelah beberapa waktu pernafasan spontan tidak timbal dan frekuensi jantung menurun (<100 kali/menit) maka pemberian obat-obatan serta massage jantung harus segera dilakukan.
Massage jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan di atas tulang dada secara teratur 80-100 kali/menit. Tindakan ini dilakukan berselingan dengan nafas buatan yaitu setiap 5 kali massage jantung diikuti dengan satu kali pemberian nafas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum   apabila tindakan dilakukan secara bersamaan.

Obat-obat yang dapat diberikan antara lain :
Larutan  1/10.000 adrenalin dengan dosis 0,5-1cc intravena/intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi jantung), dan kalsium glukonat 50-100mg/berat badan secara perlahan-lahan melalui intravena (sebagai obat inotropik). Pada bayi dengan tanda-tanda renjatan, cairan intravena berupa plasma, darah atau cairan pengganti lainnya harus segera diberikan.

Bila tindakan-tindakan diatas tidak memberi hasil yang diharapkan, keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia diafragmatika, atresia atau stenosis jalan nafas dan lain-lain.

·         Asfiksia ringan – sedang (APGAR 4-6)
Lakukan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernafasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut APGAR 1 menit.
Bila dalam waktu tersebut pernafasan tidak timbul, lakukan pernafasan buatan. Pernafasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernafasan kodok. Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam satu menit. Agar saluran nafas bebas, bayi diletakkan dengan posisi kepala dorsofleksi.Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan menututp lubang hidung dan mulut dengan disertai menggerakkan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20 kali/menit.
Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi mulai memperlihatkan gerakan pernafasan, usahakan supaya gerakan tersebut diikuti. Pernafasan ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak juga dicapai hasil yang diharapkan, dan segera lakukan pernafasan buatan dengan tekanan positif secara tidak langsung
.
Pernafasan ini dapat dilakukan dahulu dengan pernafasan dari mulut ke mulut. Sebelum tindakan dilakukan, ke dalam mulut bayi dimasukkan pharyngeal airway  yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, agar jalan nafas berada dalam keadaan sebebas-bebasnya. Pada pernafasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu dengan O2 sebelum peniupan. Peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan diperhatikan gerakan pernafasan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Dalam hal demikian bayi harus diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.
  1. Tindakan lain dalam resusitasi
Pengisapan cairan lambung hanya dilakukan pada bayi-bayi tertentu untuk  menghindarkan  kemungkinan timbulnya regurgitasi dan aspirasi, terutama pada bayi yang sebelumnya menderita gawat janin, yang dilahirkan dari ibu yang mendapat obat analgesic/anesthesia sebelumnya, pada bayi prematur dan sebagainya. Nalorphin satu-satunya obat yang dapat diberikan pada bayi apabila asfiksia yang terjadi disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau pethidin dan obat-obat yang berasal dari golongan itu yang diberikan pada ibu selama persalinan.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bina Pustaka Jakarta, 1999

  1. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002

  1. Obstetrics and Gynecology, Cornell University Medical College. Williams and Wilkins, USA, 1982.
  2. .Ilmu Kesehatan Anak .bag ke 3.Staf pengajar FKUI.1985

  1. Cunningham GF, Gant FN, Leveno JK dkk, Williams Obstetrics, Twenty-second Edition, 2005

  1. Hacker FN, Moore GJ, Essential of Obstetrics and Gynecology. Second Edition, Hipocrates, 2006

  1. Llewellyn D, Jones. Fundamental of Obstetrics and Gynaecology, Third Edition, Faber and Faber, London 1982

  1. Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

  1. Pritchard AJ, MacDonald CP, Gant FN. Williams Obstetrics. Seventeenth Edition. Appleton Century Crofts, 1984. 243-254

  1.  Greenhill JP. Obstetrics. Twelfh Edition. W.B. Saunders Company, USA, 1960. 154-2.Caplan MR. Principles of Obstetrics. Obstetrics and

  1. Alan H. DeCherney and Lauren Nathan, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, Ninth Edition: by The McGraw-Hill Companies, Inc, 2003

  1. Gabbe SG, Obstetric – Normal & Problem Pregnancies, 4th Ed, Churchill Livingstone, British, 2002

  1. James R, dkk, Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed: Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 9th Ed, August 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar