Jumat, 22 April 2011

Tanda-tanda Bahaya Kala I


A.    Kala I
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu. Bersalin dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai bila terdapat :
·         Penipisan dan pembukaan serviks
·         Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
·         Keluar lendir darah.
Persalinan ini terdiri dari kala I, II, III dan IV.
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm) kala ini terjadi dari 2 fase yaitu :
1.      1. Fase laten
o   Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
o   Pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
o   Berlangsung selama + 8 jam dan sangat lambat.
2.     2.  Fase aktif
Dibagi dalam 3 fase :
o   Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan yang kurang dari 4 cm tadi berubah menjadi 4 cm.
o   Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
o   Fase deselarasi : pembukaan lambat karena dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Pada fase aktif frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi adekuat atau memadai jika terjadi 3x atau lebih per 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih serta terjadi penurunan terbawah janin).

B.     Tanda bahaya kala I dan manajemennya

Tabel 2.1. Indikasi-indikasi untuk tindakan atau rujukan segera selama kala I persalinan.
Temuan-temuan anamnesis dan pemeriksaan
Rencana untuk asuhan atau perawatan
Riwayat bedah sesar
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang mempunyai kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berilah dukungan dan semangat.
Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah (show)
o   Jangan melakukan pemeriksaan dalam
o   Baringkan ibu ke sisi kiri
o   Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan ringer loktat atau cairan garam fisiologis (NS)
o   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetric dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental
o   Baringkan ibu ke sisi kiri
o   Dengarkan DJJ
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan untuk melakukan bedah sesar.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter penghisap lendir delle dan handuk/kain untuk mengeringkan dan menyelimuti bayi kalau ibu melahirkan di jalan.
Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat janin
o   Dengarkan DJJ, jika ada tanda-tanda gawat janin laksanakan asuhan yang sesuai (lihat di bawah)
Ketuban telah pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan melakukan asuhan kegawat daruratan obstetric.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi :
§  Temperatur tubuh
§  Menggigil
§  Nyeri abdomen
§  Cairan ketuban yang berbau
o   Baringkan ibu miring kekiri
o   Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan ringer loktat atau cairan garam fisiologis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
o   Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tekanan darah lebih dari 160/ 110 dan/atau terdapat protein dalam urine (preeklamsia berat)
o   Baringkan ibu miring kekiri
o   Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan ringer loktat atau cairan garam fisiologis (NS)
o   Jika mungkin berikan dosis awal 4 g MgSO4 20% IV selama 20 menit.
o   Suntikan 10 g MgSO4 50% 15 g IM pada bokong kiri dan kanan.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas asuhan kegawat daruratan obstetric dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramniofis, kehamilan ganda
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat dan dukungan.
Alasan :
Jika diagnosisnya adalah polihidramnion, mungkin ada masalah-masalah dengan janinnya. Dengan adanya makrosomia risiko distosia bahu dan perdarahan pasca persalinan atau lebih besar.
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali/menit pada 2 x penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin)
o   Baringkan ibu miring ke kiri, dan anjurkan untuk bernapas secara teratur.
o   Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan renger laktat atau cairan garam fisiologis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawat daruratan obstetri dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Primipara dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5/5
o   Baringkan ibu miring ke kiri
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pembedahan bedah sesar
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang, dll)
o   Baringkan ibu miring ke kiri.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawat daruratan obstetri dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Presentasi ganda (majemuk) (adanya bagian janin, seperti misalnya lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
o   Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel ke dada atau miring ke kiri.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawat daruratan obstetri dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
o   Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat, letakan satu tangan divagina dan jauhkan kepala janin dari tali pusat janin. Gunakan tangan yang lain pada abdomen untuk membantu menggeser bayi dan menolong bagian terbawah bayi tidak menekan tali pusatnya. (keluarga mungkin dapat membantu).
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawat daruratan obstetric dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan
ATAU
o   Minta ibu untuk melakukan posisi bersujud dimana posisi bokong tinggi melebih kepala ibu, hingga tiba ke tempat rujukan.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetric dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.
Tanda-tanda gejala syok :
  • Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 kali/menit)
  • Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mm Hg
  • Pucat
  • Berkeringat atau kulit lembab, dingin.
  • Napas cepat (lebih dari 30 x/menit)
  • Cemas, bingung atau tidak sadar
  • Produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)
o   Baringkan ibu miring ke kiri
o   Jika mungkin naikkan kedua kaki ibu untuk meningkatkan aliran darah ke jantung.
o   Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau cairan garam fisiologis (NS), infuskan 1 liter dalam waktu 15 – 20 menit, jika mungkin infuskan 2 liter dalam waktu 1 jam pertama, kemudian turunkan tetesan menjadi 125 m/jam.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawat daruratan obstetri dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Tanda-tanda gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang.
  • Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam.
  • Kontraksi teratur lebih dari 2 dalam 10 menit)
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapasitas kegawatdaruratan obstetri dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tanda dan gejala belum inpartu
  • Kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 20 detik
  • Tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 – 2 jam.
o   Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
o   Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan leluasa.
o   Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada perubahan serviks, evaluasi djj, jika tidak ada tanda-tanda kegawatan pada ibu dan janin.
Persilahkan ibu pulang dengan nasehat untuk :
  • Menjaga cukup makan dan minum
  • Datang untuk mendapatkan asuhan jika terjadi peningkatan frekuensi dan lama kontraksi.
Tanda dan gejala partus lama
  • Pembukaan serviks mengarah kesebelah kanan garis waspada (partograp)
  • Pembukaan serviks kurang dari 1 cm perjam
  • Kurang dari 2 kontraksi dalam waktu 10 menit, masing-masing berlangsung kurang dari 40 detik.
o   Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetric dan BBL.
o   Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.

2.2. Pendokumentasian Kala I
2.2.1. Hal-hal yang perlu di dokumentasikan
Pendokumentasian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
A. Anamnesis
1.      Nama, umur dan alamat
2.      Gravida dan para
3.      HPHT
4.      Tapsiran persalinan
5.      Alergi obat-obatan
6.      Riwayat kehamilan, sekarang dan sebelumnya
7.      Riwayat medis lainnya.
8.      Masalah medis saat ini, dll.
B. Pemeriksaan fisik
1.      Pemeriksaan abdomen
a.       Menentukan TFU
b.      Memantau kontraksi uterus
c.       Memantau DJJ
d.      Memantau presentasi
e.       Memantau penurunan bagian terbawah janin
2.      Pemeriksaan dalam
a.       Menilai cairan vagina
b.      Memeriksa genetalia externa
c.       Menilai penurunan janin
d.      Menilai penyusupan tulang kepala
e.       Menilai kepala janin apakah sesuai dengan diameter jalan lahir
f.       Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ada perdarahan pervaginam.
2.2.2. Format pendokumentasian kala I
Digunakan SOAP untuk mendokumentasikannya.
S : Subjektif
Menggambarkan hasil pendokumentasian anamnesis.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil dari pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I varney.
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data objektif dalam identifikasi yang meliputi :
§  Diagnosa atau masalah
§  Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
§  Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi, kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah II, III dan IV varney.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan pelaksanaan tindakan dan evaluasi berdasarkan assessment sebagai langkah V, VI dan VII varney.

Sabtu, 09 April 2011

Kehamilan Ektopik


Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri.

Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak, atau belum diketahui. Ada beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik :
  1. Faktor uterus :
-          Tumor uterus yang menekan tuba
-          Uterus hipoplastis
  1. Faktor tuba
-          Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
-          Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk
-          Gangguan fungsi silia tuba
-          Operasi dan sterilisasi tuba yang tak sempurna
-          Endometriosis tuba
-          Striktur tuba
-          Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya
-          Perlekatan peritubal dan lekukan tuba
-          Tumor lain menekan tuba
-          Lumen kembar dan sempit
  1. Faktor ovum
-          Migrasi externa dari ovum
-          Perlekatan membran granulosa
-          Migrasi internal ovum

Klasifikasi
Pembagian tempat terjadinya kehamilan ektopik menurut Titus ialah :
  1. Kehamilan tuba
-          Interstisial (2%)
-          Isthmus (25%)
-          Ampula (55%)
-          Fimbrial (17%)
  1. Kehamilan ovarial (0,5%)
  2. Kehamilan abdominal (0,1%)
-          Primer
-          Sekunder
  1. Kehamilan tubo ovarial
  2. Kehamilan intraligamenter
  3. Kehamilan servikal
  4. Kehamilan tanduk rahim rudimenter
Kehamilan tuba
Pada kehamilan tuba dapat terjadi nidasi di ampula, isthmus, pars interstisialis tuba dan juga di fimbriae. Dari bentuk di atas secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba adominal, tuba ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba.
Implantasi zigot dapat bersifat kolumnar dan maupun interkolumnar tuba. Pada implantasi kolumnar  terjadi implantasi zigot pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat darah , sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi  kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua yang disebut pseudokapsul. Vili korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan  merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya hasil konsepsi berkembang dan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu  tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi, dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas. Seperti pada kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik juga mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron sehingga tanda-tanda kehamilan seperti Hegar dan Chadwick juga ditemukan. Endometrium berubah jadi desidua meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular ini disebut reaksi Arias- Stella.
Tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak memungkinkan janin untuk terus berkembang, maka kemungkinan yang dapat terjadi ialah :
1.      Hasil konsepsi mati dan diresorbsi
2.      Abortus ke dalam lumen tuba
3.      Ruptur dinding tuba

Perkembangan kehamilan tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara yaitu : abortus tuba dan ruptur tuba.

Abortus tuba
Abortus ke dalam lumen tuba sering terjadi pada kehamilan pars ampularis.Abortus tuba kira-kira terjadi pada minggu ke 6-12.Oleh karena zigot bertambah besar  menembus endosalping, masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum.Di ampula tuba biasanya zigot tertanam kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak.  Lagipula disini rongga tuba agak besar hingga  zigot mudah tumbuh ke arah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak tuntas maka perdarahan akan berlangsung terus.Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta.
Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping) dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.

Ruptur tuba
Hal ini terutama terjadi kalau implantasi terjadi pada isthmus tuba. Di isthmus tuba lipatan selaput lendir sedikit sehingga implantasi yang terjadi bersifat interkolumnar. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan pertumbuhan ke arah tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu zigot menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau peritoneum.
Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba tipis, tapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lebih lambat ( 8-16 minggu ) karena lapisan ototnya lebih tebal sehingga sering disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Ruptur bisa terjadi secara  spontan atau maupun akibat trauma ringan seperti pemeriksaan vaginal, coitus, dan defekasi.
Biasanya terjadi dalam kavum peritoneum tapi kadang-kadang ke dalam ligamentum latum.
Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, dan masih terbungkus selaput amnion dengan plasenta yang utuh dan melekat pada dasarnya maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen disebut kehamilan abdominal sekunder.  Plasentanya kemudian dapat meluas ke dinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus. Jika insersi dari zigot pada dinding bawah tuba maka ruptur terjadi ke dalam ligamentum latum dan terbentuk hematom dalam ligamentum latum atau kehamilan berlangsung terus dalam ligamentum latum. 
Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya pada ujung tuba dan kemudian tumbuh ke dalam kavum peritoneum.      
Kehamilan tuba ovarial ialah kehamilan yang asalnya dari ovarium atau tuba tapi kemudian kantongnya terjadi dari jaringan tuba maupun ovarium.

Gejala Klinis
Kehamilan ektopik yang  masih utuh memberikan gejala yang sama dengan kehamilan muda intrauterin. Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala yang jelas dan khas kalau sudah terganggu.
Gejala-gejalanya antara lain :
  1. Nyeri perut
Nyeri perut dapat unilateral atau bilateral di abdomen bawah, kadang-kadang sampai daerah abdomen atas. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum sehingga ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal ( nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire ).
  1. Amenore
Keterlambatan haid tergantung pada usia gestasi. Adakalanya tidak terjadi keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya, sehingga perdarahan patologis yang disebabkan oleh kehamilan ektopik dianggap haid biasa.

  1. Perdarahan per vaginam
Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan abortus tuba.Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua.
  1. Syok karena hipovolemi
  2. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus juga membesar karena pengaruh hormon kehamilan, tapi ukurannya sedikit lebih kecil dari kehamilan intrauterin yang sama umurnya.
  1. Tumor dalam rongga panggul
Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina maka kavum douglas akan teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan ( nyeri goyang porsio ).
  1. Perubahan hemoglobin darah
Kadar hemoglobin turun pada kehamilan ektopik terganggu karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
Turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air dari jaringan untuk mempertahanankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Oleh karena itu, mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya maka kesimpulan adanya pendarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb yang berturut-turut. Perdarahan juga menimbulkan naiknya angka leukosit, yaitu pada pendarahan yang hebat angka leukosit tinggi, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit leukosit normal atau hanya naik sedikit.

Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu harus ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
  1. Anamnesis
Kehamilan ektopik terganggu harus dipikirkan apabila seorang pasien dalam usia reproduktif mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba, ataupun nyeri perut bawah yang gradual. Kadang-kadang nyeri menjalar ke bahu dan leher karena perangsangan diafragma oleh darah. Disertai keluhan perdarahan per vaginam setelah keterlambatan haid.
Adanya riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan, penggunaan pil kontrasepsi progesteron , riwayat operasi tuba dan riwayat faktor resiko lainnya memperkuat dugaan KET.
  1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
-          Tanda-tanda akut abdomen seperti defance musculaire, nyeri tekan, nyeri lepas.
-          Tanda Cullen yaitu sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
-          Pada palpasi perut dan perkusi didapatkan tanda-tanda perdarahan intraabdominal (shifting dullness)
-          Pada pemeriksaan dalam terdapat :
a.       Nyeri ayun dengan menggerakkan porsio dan serviks maka pasien akan merasa sangat sakit.
b.      Douglas crise yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglas
c.       Kavum Douglas teraba menonjol karena terkumpulnya darah dan teraba massa retro uterin (massa pelvis)
                                                                         
  1. Pemeriksaan penunjang
-          Pemeriksaan laboratorium
a.       Pemeriksaan Hb seri tiap 1jam menunjukkan penurunan kadar Hb.
b.      Adanya leukositosis
-          Kuldosentesis (Douglas pungsi)
Gunanya untuk mengetahui apakah ada darah di kavum Douglas.Caranya jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke forniks posterior.
Bila keluar darah berwarna coklat tua sampai hitam yang tidak membeku atau hanya berupa     bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini  dianggap positif dan  menunjukkan adanya hematom retro uterin.
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku maka hal ini dianggap negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk.
-          Ultrasonografi (USG)
a.       Bila dapat dilihat kantong kehamilan intra uterin maka kemungkinan kehamilan ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterin sudah dapat dilihat pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan ektopik pada usia kehamilan 5 minngu lebih sulit dibansingkan kehamilan intrauterin.
b.      Bila terlihat gerakan jantung janin di luar uterus maka merupakan bukti pasti dari kehamilan ektopik.
c.       Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan ektopik.
d.      Kavum uteri kosong dengan kadar β-HCG di atas 6.000mIU/ml kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
-          Pemeriksaan kadar HCG
Kadar HCG membantu menegakkan diagnosis meskipun tidak ada konsensus mengenai kadar HCG yang sugestif untuk kehamilan ektopik.Kehamilan ektopik dapat dibedakan dari kehamilan normal dengan pemeriksaan kadar HCG secara serial. Pada usia gestasi 6-7 minggu kadar HCG serum meningkat 2 kali lipat setiap 48 jam pada kehamilan intrauterin normal. Peningkatan yang subnormal (<66%) dijumpai pada 85 % kehamilan yang non viable, dan peningkatan sebanyak 20% sangat prediktif untuk kehamilan non viable. Fenomena ini bila disertai dengan terdeteksinya kavum uteri yang kosong, mengindikasikan adanya kehamilan ektopik.

Secara klinis, penegakan diagnosis KET dengan pemantauan kadar HCG serial tidak praktis karena dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis. Selain itu peningkatan kadar HCG serum 2 kali lipat setiap 48 jam tidak terjadi lagi setelah minggu ke 7 kehamilan. Karena itu yang diperiksa ialah kadar HCG kualitatif untuk diagnosis cepat kehamilan.
-          Laparaskopi
Laparaskopi ialah suatu sistem optik dan elektronik dapat dipakai untuk melihat organ-organ di panggul. Keuntungan laparaskopi daripada USG ialah laparaskopi dapat melihat keadaan rongga pelvis secara a vue, ketepatan diagnostic lebih tinggi, dan kerugiannya lebih invasiv daripada USG.
-          Kuretasi diagnostik
Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari abortus insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase tersebut dianjurkan pada kasus-kasus dimana timbul kesulitan membedakan abortus dari kehamilan ektopik dengan kadar progesteron serum di bawah 5ng/ml,  β-HCG meningkat abnormal (<2000mU/ml) dan kehamilan uterin tidak terdeteksi dengan USG transvaginal.

Diagnosis Banding
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri ginekologi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding KET. Kelainan-kelainan  yang didiagnosis banding dengan KET yaitu :
  1. Abortus.
Pada abortus perdarahan lebih banyak, uterus membesar dan lunak, tidak nyeri, dan sering ada pembukaan.
  1. Radang alat-alat dalam panggul terutama salpingitis
Pada salpingitis pernah ada serangan nyeri seelumnya, nyeri bilateral, demam, uterus tidak membesar.

  1. Perdarahan karena pecahnya kista folikel atau korpus luteum
  2. Kista torsi
Pada kista torsi ditemukan massa yang lebih jelas, sedangkan pada kehamilan tuba batasnya tidak jelas.
  1. Apendiksitis
Nyeri  pada apendiksitis lokasinya lebih tinggi yaitu di titik Mc Burney

Penatalaksanaan Kehamilan Tuba
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan gejala klinis. Seorang pasien dengan kehamilan tuba yang masih dalam kondisi baik, memiliki 3 pilihan yaitu penatalaksanaan ekspektasi, penatalaksanaan medis, dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi  didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75 % pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar HCG. Penatalaksanaan ekspektasi  dibatasi pada keadaan-keadaan berikut :
  1. Kehamilan ektopik dengan kadar HCG yang menurun
  2. Kehamilan tuba
  3. Tidak ada perdarahan intra abdominal atau rupture
  4. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3,5cm.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Syarat-syarat penerima tatalaksana medis antara lain :
1.      Keadaan hemodinamik yang stabil
2.      Bebas nyeri perut bawah
3.      Tidak ada aktivitas jantung janin
4.      Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas
5.      Harus teratur menjalani terapi
6.      Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pasca terapi.
7.      Tidak memiliki penyakit penyerta
8.      Tidak menyusui
9.      Memiliki fungsi ginjal, hepar, dan profil darah yang normal
10.  Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate

Methotrexate
Methotrexate ialah obat sitostatik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik maka diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Terapi methotrexate mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10% dan angka kegagalan meningkat pada usia gestasi diatas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4cm. Jika terjadi kegagalan terapi medis maka diperlukan pengulangan terapi dan pasien harus disiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan. Efek samping methotrexate antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis, dan depresi sumsum tulang.

Prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate antara lain kadar HCG, progesteron, aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi, ada tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Untuk memantau keberhasilan terapi dibutuhkan pemeriksaan HCG serial. Pada hari-hari pertama setelah pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik non steroid.

Pada hari pertama  pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pemeriksaan USG akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi.
Setelah terapi berhasil kadar HCG masih harus diawasi tiap minggunya hingga kadarnya di bawah 5mIU/ml.

Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal ataupun multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50mg/m2 (intramuskular) sedangkan dosis multipel adalah 1mg/m2 (intramuskular) pada hari 1, 3, 5,dan hari ke 7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0,1mg/kg (intramuskular) dan diberikan pada hari ke 2, 4, 6, dan 8.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparaskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.

Actinomycin
Pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.

Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparaskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Namun terapi dengan methotrexate tetap lebih unggul.

Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba yaitu pembedahan konservatif, dimana integritas tuba dipertahankan.

Pada pembedahan radikal  dilakukan salpingektomi. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi.

Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba falopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya dijahit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.

Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1.      kehamilan ektopik mengalami ruptur 
2.      pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
3.      terjadi kegagalan sterilisasi
4.      telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
5.      pasien meminta dilakukan sterilisasi
6.      perdarahan berlanjut pascasalpingotomi
7.      kehamilan tuba berulang
8.      kehamilan heterotopik
9.      massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi.

Evakuasi Fimbriae dan Fimbriaektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbriae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbriae tanpa melakukan fimbriaektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbriaektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan Abdominal
Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Implantasi primer di dalam rongga abdomen sangat jarang. Mortalitas akibat kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamilan intrauterin. Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli paru. Pada kehamilan abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba plasenta mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterin.
Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar 10-25%, namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup tinggi akibat oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu. Kelainan kongenital yang ditemukan umumnya berupa abnormalitas wajah, kranium dan ekstremitas.
Janin yang mati namun terlalu besar untuk diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi dan perlemakan. Karena letak janin yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin dan berkembang biak. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis.
Gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis setelah kehamilan lanjut, yaitu :
1.      Segala tanda kehamilan ada, tapi biasanya pasien lebih menderita karena perangsangan peritoneum, misalnya sering mual, muntah, perut kembung, obstipasi atau diare dan nyeri perut.
2.      Pada kehamilan abdominal sekunder, mungkin pasien pernah mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan yaitu waktu terjadinya ruptur tuba.
3.      Tidak ada kontraksi Braxton Hicks (tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras )
4.      Pergerakan anak dirasakan nyeri oleh ibu
5.      Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar
6.      Bagian anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding perut
7.      Di samping tumor yang mengandung anak, kadang-kadang dapat diraba tumor lain yaitu rahim yang membesar.
8.      Pada pemeriksaan foto rontgen, abdomen atau USG biasanya tampak kerangka anak yang tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa.
9.      Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebrae ibu
10.  Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan sebesar ±1 jari dan tidak menjadi lebih besar dan kalau kita masukkan jari ke dalam kavum uteri ternyata uterus kosong
Untuk menentukan diagnosis, dilakukan percobaan sebagai berikut :
1.      Tes oksitosin : 2 unit oksitosin disuntikkan subkutan dan tumor yang mengandung anak dipalpasi dengan teliti. Kalau tumor itu mengeras maka kehamilan itu intrauterin
2.      Kalau pembukaan tidak ada, dapat dilakukan sondasi untuk mengetahui apakah uterus kosong dan selanjutnya dibuat foto rontgen dengan sonde di dalam rahim.
3.      Dibuat histerografi dengan memasukkan lipiodol ke dalam kavum uteri.

Pada hasil pemeriksaan USG berikut, dapat dipikirkan suatu kehamilan abdominal :
1.      tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin
2.      plasenta terletak di luar uterus
3.      bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu
4.      letak janin abnormal
5.      tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin.
Terapi
Kalau diagnosis sudah ditentukan maka kehamilan abdominal harus segera dioperasi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium. Sebelum operasi, cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri. Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta ditinggalkan in situ. Pada sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit kembali karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4 bulan. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten. Regresi plasenta dimonitor dengan pengukuran kadar HCG serum dan pemeriksaan USG.
Pemberian  methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis.
Embolisasi per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.
Kehamilan Ovarium
Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi,biasanya berakhir dengan ruptur pada waktu hamil muda.
 Pada tahun 1878, Spiegelberg merumuskan kriteria diagnosis kehamilan ovarium:
1.      tuba pada sisi ipsilateral harus utuh
2.      kantong gestasi harus menempati posisi ovarium
3.      ovarium dan uterus harus berhubungan melalui ligamentum ovarii proprium
4.      secara histologis, jaringan ovarium ditemukan dalam dinding kantong gestasi
Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal. Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu ditangani dengan pembedahan mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan ovarium yang belum terganggu.

Kehamilan Serviks
Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang. Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik.
Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman.  Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu.
Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan.. Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan.
Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase.
Embolisasi angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan hasil yang baik. Sebelum kuretase dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.

Kehamilan Ektopik Heterotopik
Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotopik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidensnya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan.
Etiologi
Bisa terjadi dari 2 pembuahan :
1.      Dua ovum : bulan ini dari ovarium kanan, bulan depan dari ovarium kiri
2.      Dari satu ovarium keluar 2 ovum : bisa dari 2 folikel deGraaf atau dari 1 folikel de Graaf
3.      Dalam satu ovulasi serentak keluar 2 ovum, satu dari ovarium kanan dan satu dari ovarium kiri
 Kemungkinan kehamilan heterotopik harus dipikirkan pada kasus-kasus sebagai berikut:
1.      Bila HCG tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada abortus
2.      Bila tinggi fundus uteri melampaui tinggi yang sesuai dengan usia gestasi
3.      Bila terdapat lebih dari 2 korpus luteum
4.      Bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ekstra dan intrauterin